Menghukum Anak, pikirkan kembali. Memberi hukuman kepada anak dengan bberbagai cara sudah terjadi sejak berpuluh-puluh tahun lamanya. Mulai dari berdiri di satu tempat, duduk di pojok rumah untuk merenungi kesalahannya, ini berlaku di keluarga di dunia barat yang di sebut “Time Out”.
Lalu, setelah “Time is Up” hukuman pun selesai. Setelah mereka mengaku menyadari kesalahan yang dilakukan, lalu meminta maaf. Namun Russell Armstrong dari Bedtimez mengatakan ‘ilmu’ yang sudah turun temurun menghukum anak itu tidak berarti benar.
menurutnya itu per dipertimbangkan lagi. Dengan pertimbangan apakah menghukum anak dengan cara itu masih efektif atau tidak.
Baca juga : Pengasuhan Anak Ala Lumba-Lumba
“Kita sering melihat bagaimana anak bereaksi ketika diberi hukuman seperti itu. Mereka tidak dengan mudah duduk manis lalu memikirkan kesalahan yang mereka lakukan. Membutuhkan beberapa waktu untuk memastikan mereka mau menerima dan duduk diam dengan tenang, kata Amstrong.
“Mereka jelas sama sekali tidak merenungkan mengapa mereka berada dalam “Time out” ungkap Russell.
Akibatnya baik orang tua dan anak yang menerima hukuman mengalami naik turunnya emosi. Sebab bisa jadi anak terpaksa melakukannya dan menyimpan marah. Demikian juga dengan orang tua. Juga menyimpan kemarahan bila anak tak segera patuh. “Artinya (hukuman) ‘Time Out’ itu tidak bekerja dengan baik. Lalu mengapa orang tua masih harus terus melakukan hal itu pada anak?”
Anda mungkin pernah mendengar konsep pola pengasuhan attachment parenting (pengasuhan dengan keterikatan), peaceful parenting (pengasuhan dengan damai), connective parenting (pengasuhan yang saling terikat), and gentle parenting (pengasuhan dengan lembut).
Baca juga :Ini Loh Dampak Buruk Perebutan Pengasuhan Anak Bagi Anak-Anak
Semua bentuk pola pengasuhan ini hampir mirip. Tujuan utamanya membangun hubungan antara orang tua dan anak dengan kepercayaan, empati dan cinta.
Membangun disiplin kepada anak, melalui koreksi dan tuntunan agar mereka mau mengikuti, itu adalah langkah yang tepat. Namun harus dimulai dengan pondasi hubungan yang kuat agar benar-benar efektif.
Alih-alih memberikan hukuman ‘Time Out’ kepada anak, mengapa tidak sebaliknya. Membangun hubungan ke dalam ‘Time In’ antara orang tua dan anak sampai keadaan menjadi stabil. Setelah itu lalu mendiskusikan dan memecahkan masalah bersama-sama.
Lalu anak-anak dapat menebus kesalahannya tanpa harus merasa terancam, kekerasan dan ultimatum. Yang pada akhirnya hanya akan menjadi gangguan dan tidak mengajari anak cara yang tepat untuk bertindak.
Intinya adalah bahwa kita tidak boleh menghukum anak-anak karena bertindak seperti apa adanya, manusia. Bagaimanapun, ini adalah waktu bagi mereka untuk belajar, dan cara yang bagus untuk belajar adalah melalui kesalahan.
Baca juga : Keajaiban dalam Cinta…
Anak-anak belajar bagaimana membangun keterampilan emosional dan sosial mereka dengan menavigasi melalui situasi sulit.
Alih-alih mendisiplinkan karena bertindak seusia mereka, kita bisa memanfaatkan kesempatan untuk mengajar dan membimbing mereka ke tempat belajar.
Meskipun metode ini lebih memakan waktu, namun pada akhirnya lebih efektif, dengan menghilangkan kesalahan mengatur yang berpengaruh pada masa depan, dan memberikan hukuman secara sembarangan. ***