Ketika hidup tak lagi sama. “Tidak ada sehelai daun pun yang gugur yang tidak diketahui-Nya. Tidak ada sebutir biji pun dalam kegelapan bumi dan tidak pula sesuatu yang basah atau yang kering, yang tidak tertulis dalam Kitab yang nyata (Lauh Mahfuzh).” (QS. Al-An’am 6: Ayat 59)
Covid19 yang melanda diseluruh belahan bumi, membuat saya seperti ditarik untuk “kembali” kepada agama dan Allah Swt pemilik Semesta. Lalai sifat manusia, begitu kata ustadz yang saya dengar di media sosial. Terkadang Allah menurunkan berbagai masalah untuk menjadi pengingat bagi kita manusia yang selalu saja lalai dan penuh dosa. Saya terutama.
Covid19 ikut membuka mata bathin, bagaimana kehidupan kita dulu yang rasanya normal lalu menjadi tidak normal. Menjadi bahan perenungan. Hikmah apa sesungguhnya dibalik peristiwa ini?
Baca juga : Ramadhan Bersama Covid19
Saya merenungkan, bagaimana hidup tak lagi sama yang dihadapi oleh keluarga yang anggotanya berpulang kehadirat Ilahi akibat covid19.
Kehilangan yang sangat berat. Proses kematian penderita yang begitu cepat, membuat keluarga tak alang kepalang kesedihannya. Apalagi tak bisa mengurus jenasah dengan cara normal. Tak heran, ada warga yang sampai nekad mengambil paksa jenasah penderita covid19 dari rumah sakit, mengurusi dan menguburkannya sendiri. Bahkan sering mengabaikan standar kesehatan.
Bagi keluarga yang ikhlas mengikuti penguburan covid19, saya yakin mereka memiliki hati dan jiwa yang besar, melepas belahan jiwa mereka “tidak seperti layaknya”.
Itu kesedihan yang pertama.
Lalu keluarga yang ditinggalkan. Yang memiliki hubungan erat dengan penderita juga diliputi kegelisahan. Apakah mereka terjangkiti? Apakah mereka baik-baik saja? Yakinlah pasti perasaan itu hadir ditengah-tengah keluarga itu. Merekapun harus mengikuti tes Swab atau PCR (Polimerase Chain Reaction) untuk mendeteksi apakah aman atau tidak dari Covid19 ini. Itu kesedihan yang kedua.
Duka berikutnya adalah mereka harus menerima kenyataan bahwa tak akan ada tetangga, kolega, bahkan keluarga yang datang secara fisik untuk ikut berempati atas meninggalnya orang yang dikasihi. Tak ada sentuhan dan pelukan untuk menghangatkan hati yang sedih dan berduka. Tak ada jabat erat dan dekapan menghangatkan untuk mereka. Tinggallah anak beranak dan orang dalam rumah itu saling memberi penghiburan.
Baca juga : Cinta tak Selalu Berpelukan, Anakku T
Padahal mungkin saja mereka berasal dari keluarga besar, pejabat dan tokoh masyarakat. Bila tak karena covid19, mungkin saja rumah duka tak akan sepi dari keluarga, handai tolan dan tetangga yang keluar masuk. Bisa sampai sebulan penuh. Kompleks rumah akan penuh dengan kendaraan terpakir, karena pelayat yang banyak.
Namun Covid19 membuatnya berbeda. Sebab menjaga jarak fisik menjadi standar Kesehatan yang tak boleh diabaikan. Untung di era Internet of Things ini, ucapan belasungkawa dapat dilakukan dengan sosial media, telpon, pesan singkat. Meskipun rasanya tak sama dengan sentuhan fisik.
Sungguh sebuah ujian keimanan yang sangat berat. Namun, kembali ke agama bahwa Allah swt tak menguji di luar kemampuan hambaNya. Mereka tentu dipilih Tuhan, dengan ujian berat itu, sebab Allah Swt menyayangi mereka, merindukan rintihan dan doa-doa mereka. Begitu kata ustadz.
Lalu saya, apa yang bisa saya lakukan ketika peristiwa ini terjadi kepada kerabat, tetangga dan handai tolan..? Bagi saya, dengan segala keterbatasan, dengan segala kekurangan, dan melawan kesungkanan mengirimkan simpatik atas kedukaan ini melalui pesan-pesan, digital dan lambaian tangan dari ruang yang berjarak.
Baca juga :Anakku, Thariq
Meskipun pesan itu tak bernilai apapun bagi mereka yang berduka, meskipun tak akan mengangkat kesedihan dari mereka yang ditinggalkan, setidak saya melakukan apa yang menurut saya patut.
Bahwa saya pun berempati atas apa yang menimpa mereka. Bahwa mereka tak sendirian dalam kesedihan dan kedukaan. Meskipun hanya Tuhan dan waktu yang bisa menyembuhkan luka bathin mereka.
Bagi saya yang awam, ini menjadi bahan perenungan, pemikiran tentang tanda-tanda kekuasaan Tuhan semesta Alam, ketika Tuhan menghendaki hidup yang tak lagi sama… (***)
Tello, 24 Juli 2020
::: image by https://unsplash.com/@dtopkin1:::