PILGRIMS. Begitu orang Eropa menyebut perjalanan haji dan umrah yang dilakukan umat Islam ke tanah suci Mekkah dan Medinah. Haji dan umrah adalah rukun Islam ke-5 yang wajib hukumnya bagi muslim yang mampu.
Tak hanya materi dan fisik, namun juga mental sang pejalan. Karena syarat wajib berhaji sehat akal dan pikiran.
Bagi saya, Pilgrims adalah pelajaran. Menggugah keimanan dan ketauhidan manusia muslim tentang keagungan Allah SWT, Tuhan semesta Alam.
Perjalanan 23 jam, 12 jam Makassar – Jeddah dengan pesawat, 5 jam Jeddah -Medinah dan 6 jam Medinah – Mekah dengan bus, juga menggugah kesadaran saya tentang seorang manusia pilihan yang hidup 14 abad lalu. Namun namanya masih tetap disebut hingga detik ini oleh umat Islam di dunia.
Dia-lah Rasulullah Muhammad SAW. Risalahnya mengantar puluhan juta manusia bertemu pada satu titik dengan keyakinan yang kuat, mengikat persaudaraan, untuk melakukan gerak yang sama di tanah suci ini.
Manusia pilihan itu mengajarkan tentang tauhid, akhlakul karimah dan kepemimpinan. Pemimpin diri sendiri dan pemimpin Umat.
Tentu saja, saya yang awam dan dhaif ini, tak akan pernah sanggup menulis tentang kenubuatan Rasulullah pun secuil kisah hidupnya. Meskipun ribuan mushaf yang bercerita tentang Muhammad SAW beredar di seluruh penjuru dunia.
Saya yang membacanya sedikit dari buku-buku terjemahan versi Indonesia, baik buku serius maupun novel, pun tak akan mampu menuangkannya dalam goresan yang sempurna.
Saya hanya bisa membayangkan seperti apa sosok Muhammad SAW.
Manusia sederhana pemegang kekuasaan di jazirah Arab, mampu menggerakkan jutaan manusia dari seluruh penjuru dunia menjalankan pesan yang dibawanya.
Haqul Yakin, bahwa Allah SWT lah yang menghendaki gerak muslim sedunia ini terjadi.
Namun, Rasulullah menegakkan agama ini dengan perjuangan. Baginda Rasul dicaci maki, dihina, bahkan dikhianati. Air mata dan darahnya tumpah demi menegakkan ayat-ayat Ilahi.
Dalam Alquran, Allah SWT menyebutkan dengan jelas bahwa “Sesungguhnya Kami mengutus kamu sebagai saksi, pembawa berita gembira dan pemberi peringatan..” (QS Al-fath: 8).
Meskipun, dalam proses kenabiannya, Muhammad dibedah hatinya, untuk dibersihkan
Namun tak meninggalkan sisi manusianya, khilaf. Hingga Allah pernah menegur Rasulullah beberapa kali.
Quran Surah Abasa :1-2 “Dia (Muhammad) bermuka masam dan berpaling karena telah datang lelaki buta kepadanya..” Saat itu Muhammad tengah menerima tamu pembesar Quraisy yang diharapkan memeluk Islam. Lalu datang Abdullah bin Ummi Maktum yang ingin meminta ajaran dari Rasulullah tentang Islam.
Maka, reaksi Muhammad seperti tak senang. Allah menegurnya.
Sebagai pembawa pesan, Rasulullah tentu berharap dakwah-dakwahnya membawa umat saat itu untuk segera memeluk ajarannya. Terutama sang paman Abu Thalib yang tak kunjung masuk agama Allah ini. Allah SWT menegur Muhammad. QS Al-Qasas: 56,
“Sesungguhnya kamu tidak akan dapat memberi petunjuk kepada orang yang kamu kasihi, tetapi Allah memberi petunjuk kepada orang yang dikehendaki-Nya, dan Allah lebih mengetahui orang-orang yang mau menerima petunjuk..” Begitulah Allah SWT, mengingatkan Muhammad bahwa Rasulullah adalah anusia biasa.
Di sisi lain, telah jelas baginya tempat yang termulia dalam Surga. Tetapi Rasulullah tak pernah berhenti memperbaiki diri. Tak pernah merasa cukup atas semua amalan. Air matanya selalu tumpah memohon ampunan dalam setiap shalat, bahkan di tengah malam ketika hamba lain terlelap tidur.
Sebuah cara ampuh menghindari khilaf, jiwa yang selalu terjaga.
Sembah sujudnya terwujud dalam perilaku. Akhlakul Karimah. Muhammad tetap menyuapkan makan kepada seorang pengemis buta yang setiap hari mencaci maki dan menfitnahnya. Hingga akhirnya dia berdoa memohon belas kasihan Allah SWT ketika dilempar batu hingga berdarah oleh suku Tsaqib saat berdakwah.
“Ampunilah mereka ya Allah, sebab mereka tidak tahu..” Begitulah akhlak Rasulullah.
Tahun ke-21 kenabiannya, tepat 8 tahun hijriah saat kekuasaan telah ada digenggamannya. Telah terbentuknya Negeri Madani, Madinah. Kaum kafir hidup dalam ketenangan di bawah pemerintahannya. Rasulullah masuk ke Mekah untuk menaklukkan kota dimana Kakbah, Baitullah berdiri dan dikuasai kaum kafir Quraisy. Seorang sahabat berkata, ini adalah hari Penaklukan.
Namun Rasulullah berkata, ini hari berkasih sayang.
Orang yang musuhi kita, kita maafkan. Dan mereka bebas memeluk agamanya. Peristiwa ini dikenal dengan Fatul Makkah. Setelah Fatul Makkah, Allah SWT menurunkan QS Al-Qafirun, yang isinya “Bagimu agamamu, bagiku agamaku..”
Tak ada paksaan dalam beragama.
Sepanjang Medinah-Mekah, ini menjadi perenungan saya. Seorang pemimpin berkuasa, berilmu tinggi, rendah hati, sederhana, tawadhu, penghuni surga termulia.
Ya Allah, lalu bagaimana saya yang hanya sebutir pasir di lautan luas, bahkan hanya sebesar atom di alam semesta yang luas ini? Siapa saya yang berani lalai dari setiap nikmat-Mu, ya Allah Rabbil djalil..hamba tak memiliki amal baik meski sebesar biji zarra..
YaAllah yaRabb..
Doa saya lantunkan, semoga perjalanan umrah ini tak hanya memperjalankan tubuh kasar. Namun, memperjalankan jiwa, hati, pikiran dan semua yang halus dalam jiwa yang tak kasat mata. Amiin yaRabbal alamiin..
(Mekkah Almukarramah, 6 Februari 2018)